Pilar Kesuksesan Pemerintahan Islam dalam Menangani Wabah

Assalamualaikum sobat blogger semuanya. Ketemu lagi di sini kita, ya. Oya, seperti post sebelumnya, saya sedang mengikuti program "Ngeblog Bareng" bersama komunitas Blogger Bengkel Diri. Yeay! Alhamdulilah, tulisan kali ini adalah tulisan dengan tema kedua yaitu resume kajian. Pastinya selama bulan puasa ini kita mengikuti atau mendengarkan kajian ya. Nah, kali ini saya ingin mencoba meresume kajian bersama guru saya. Kajian rutin bulanan yang memang sudah berjalan. 

Tema kajian akhir april kemarin, yaitu tentang bagaimana kita memahami dan menelusuri peran negara dalam mengatasi wabah, dalam hal ini adalah pemerintahan Islam. Wah, ini sangat menarik bagi saya. Ingin tau juga gimana cara Islam menangani wabah hingga bisa sukses? Simak tuntas tulisan ini ya. Berikut rangkumannya, ya. Lumayan panjang. Bismillah


Source: google
Sebagai agama dan sistem kehidupan yang berasal dari wahyu Allah SWT Islam sudah membuktikan kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Termasuk dalam penanganan wabah yang melanda masyarakat. Tercatat dalam sejarah kesuksesan Khalifah Umar bin Khaththab menyelesaikan serangan wabah yang menimpa rakyatnya. Bahkan bukan hanya satu jenis bencana. Pemerintahan Khalifah Umar pernah diuji Allah dengan dua musibah.

Pertama, bencana kekeringan yang terjadi di Madinah. Selama kurang lebih sembilan bulan ibu kota pemerintahan Islam ini dilanda bencana kelaparan akibat perubahan cuaca. Imam Ibnu Katsir menceritakan bahwa bencana yang terjadi pada tahun 18 Hijriyah itu membuat tanah di kota Madinah menghitam karena sedikitnya hujan. Para ulama pun menyebutnya sebagai ‘am ramadha atau tahun kekeringan.
Ujian yang kedua adalah wabah ‘Thaūn Amwās yang menyerang wilayah Syam. Wabah ini dikabarkan telah menghantarkan kematian tidak kurang dari 30 ribu rakyat. Bukan saja warga negara biasa, bahkan penyakit ini pun menyerang beberapa sahabat Khalifah Umar seperti Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, dan Suhail bin Amr yang mengantarkan pada wafatnya mereka.

Sekalipun ditimpa dua bencana besar, namun Khalifah Umar tidak kehilangan kendali. Beliau tetap menunjukkan karakternya sebagai seorang pemimpin yang bersegera menyelesaikan masalah rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Kedua bencana tersebut dihadapi dengan solusi yang menyelesaikan.
Kesuksesan melawan wabah yang telah diraih khalifah Umar insyaa Allah akan terulang kembali karena faktor utamanya bukan terletak pada beliau sebagai pribadi, namun disebabkan karena sistem aturan yang diterapkan oleh beliau. Tepatnya karena sistem Islam yang dilaksanakannya secara sempurna mengikuti jejak pendahulunya yaitu Baginda Rasulullah saw dan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Tentu saja siapa pun bisa meneladaninya dengan syarat menjadikan Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya sebagai panutan. Apa saja rahasia kesuksesan Khilafah Islam dalam menangani wabah? Berikut ini akan dipaparkan kunci keberhasilannya dalam menundukkan wabah dan bencana:

Memadukan antara Akidah dengan Syariah

Kesempurnaan Islam tergambar dari aspek akidah yakni keimanan terhadap Allah SWT, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Nabi dan Rasul, hari kiamat, dan iman pada takdir baik dan buruk semua terjadi dengan ilmunya Allah. Keimanan ini tidak hanya terukir dalam hati, bukan sebatas diucapkan dengan lisan, namun dinampakan dalam wujud perbuataan yang menunjukkan pada ketaatan terhadap syariat yang telah diturunkan Allah SWT pada Rasulullah saw termasuk di dalam menghadapi serangan wabah yang mengancam jiwa.

Keimanan yang kuat ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab dengan para sahabatnya tatkala menghadapi wabah, mereka langsung meyakini bahwa semua terjadi karena kekuasaan Allah SWT. Dan ketika sudah menimpa manusia maka termasuk takdir Allah yang harus disikapi dengan penuh keimanan dan qanaah dalam menerimanya. Bagi orang beriman kedatangan wabah adalah bagian dari ujian yang sudah menjadi sunnatullah akan diberikan dalam kehidupan dunia sehingga sikap yang mesti dimiliki adalah siap dan bersabar, seperti difirmankan Allah SWT di dalam QS al-Baqarah [2]: 155 yang artinya : “Sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Karena itu gembirakanlah orang-orang yang sabar.” . Keimanan seorang muslim akan menghantarkan pada keyakinan bahwa semua yang ada di dunia ini terjadi dengan iradah dan kekuasaan Allah SWT sehingga di baliknya pasti ada hikmah manusia.

Demikian juga wabah Covid-19, salah satu pesannya adalah semakin membuktikan lemahnya manusia dan betapa Mahakuasanya Allah untuk meruntuhkan kesombongan para penguasa zalim. Kemajuan ilmu teknologi yang mereka banggakan tidak ada artinya di sisi keagungan Allah. Selain mengembalikannya pada Allah yang Maha Pencipta, maka ucapan yang layak kita ungkapkan adalah seperti firman Nya di dalam QS Ali Imron 191 yang artinya: “Duhai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau. Karena itu peliharalah kami dari siksa Neraka.”

Dalam menangani masalah wabah, khalifah Umar tidak berhenti hanya menyerahkannya pada takdir Allah saja, namun justru bersegera terikat kepada ketentuan syariat yang telah dicontohkan oleh qudwah hasanah baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kebijakan yang diambil khalifah bukan semata mengandalkan kecerdasan dan kemampuan manusiawinya, tetapi disandarkan pada apa yang sudah diperintahkan oleh Nabi saw. Sebagai buktinya adalah kegembiraan khalifah Umar dan rasa syukurnya atas pernyataan Abdurrahman bin ‘Auf yang menegaskan bahwa keputusan Umar sudah sesuai dengan ketetapan Rasulullah saw.

Ibnu Hajar menceritakan kisah ini di dalam Fathu al-Bârî bahwa Umar ra. keluar ke Syam, ketika tiba di Syargh, sampai kepadanya bahwa wabah terjadi di Syam. Lalu Abdurrahman bin ‘Awf memberitahunya bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.” Sinergi antara negara sebagai pelaksana hukum syara yang dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter mulia dengan masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar yang ditopang oleh ketakwaan individu rakyat.

Kunci kesuksesan pertama adalah aturan yang diberlakukan hanya yang berasal dari Allah SWT, karenanya penerapan hukum syara merupakan sebuah keniscayaan. Pilar utamanya adalah negara yang siap sebagai institusi pelaksana syariah secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk penetapan kebijakan penanggulangan wabah. Negara hadir sebagai penanggung jawab urusan umat. Negara senantiasa ada dan terdepan dalam setiap keadaan. Negara tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibn Umar RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang imam yang berkuasa atas masyarakat bagaikan penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya).” “Siapa saja yang dijadikan Allah mengurusi suatu urusan kaum muslimin lalu ia tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinannya.”

Sejatinya memang negara mesti memprioritaskan urusan pengayoman terhadap kehidupan rakyat, sebab itulah cerminan dari posisinya sebagai raa’in dan junnah. Tidak boleh negara mengambil kebijakan yang mengabaikan nasib mereka. Dalam keadaan apa pun keselamatan rakyat senantiasa akan menjadi pertimbangan utama negara. “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani).

Seperti itulah fakta nyata yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar. Beliau rela membatalkan kunjungan resminya ke Syam dan memutuskan kembali ke Madinah guna menghindarkan paparan wabah yang sedang merajalela di negeri itu menyebar kepada penduduk di tempat lain. Pilihan ini tentu saja akan memilki risiko sehingga sebagian sahabat Muhajirin sempat mengingatkannya: “Anda telah keluar untuk suatu urusan penting. Karena itu kami berpendapat, tidak selayaknya Anda akan pulang begitu saja.” Namun beliau tetap yakin dengan langkah yang telah ditetapkannya. Nyawa dan keselamatan rakyat menjadi pertimbangan utama dibandingkan urusan lainnya.
Di bawah ri’ayah pemerintahan seperti inilah kesejahteraan dan masa depan rakyat akan terselamatkan sekalipun didera berbagai musibah dan ujian. Mereka percaya bahwa pemimpinnya tidak akan berlepas tangan. Pemerintahnya tidak mungkin mengorbankan nasib mereka atas dasar pertimbangan ekonomi, apalagi menukarnya demi kepentingan segelintir pengusaha.

Kesempurnaan Pemerintahan Islam Ditopang oleh Pemimpin yang Berkarakter Mulia

Adanya sistem kehidupan yang benar memang syarat utama namun tidak akan terlihat keagungannya andai tidak ditopang oleh hadirnya sosok pemimpin yang berkarakter mulia. Dialah yang akan memimpin implementasi kecemerlangan syariah Islam dalam berbagai kebijakan yang diambilnya. Tanpa kehadirannya, kekuatan syariat Islam akan sulit dirasakan. Berikut adalah di antara karakter pemimpin yang dibutuhkan supaya penerapan syariat Islam menjadi kenyataan :
1- Tawakal pada Allah dan yakin pada kemampuan.

Keyakinan seorang pemimpin bahwa syariah Islam satu-satu mu’alajah musykilah, solusi semua permasalah kehidupan akan menghantarkannya pada kemantapan untuk menerapkan syariah kaffah. Dalam dirinya tidak ada keraguan untuk mengambil kebijakan berdasarkan syariah, karena ia berasal dari wahyu Allah yang MahaBenar, bukan hasil uji coba kecerdasan akal manusia.

Sikap plin-plan dan ragu ragu dalam mengambil langkah solusi menghadapi wabah boleh jadi muncul karena lemah dalam memahami kemahakuasaan Allah SWT, dan tidak yakin pada kemampuan diri. Seperti yang sekarang terjadi di negeri ini, pemimpin tertinggi tidak berani mengambil keputusan tegas berupa karantina wilayah yang akan memutus rantai penyebaran virus covid meluas ke tempat lain. Pasalnya, tidak siap menangani implikasi kebijakan ini. Karantina wilayah harus dibarengi dengan kesigapan negara dalam menyediakan kebutuhan pokok masyarakat selama masa pembatasan ruang gerak tersebut.

Pertanyaan berikutnya, mampukah negara melakukannya? Dari mana negara mendapatkan dananya? Padahal sudah diprediksi bahwa sepanjang wabah terjadi kondisi ekonomi semakin sulit. Sebenarnya krisis ekonomi ini bukan disebabkan karena datangnya wabah penyakit atau terjadinya bencana alam, keduanya hanya faktor yang mempercepat kemunculannnya. Sebelum wabah pun rakyat sudah dililit kesulitan ekonomi yang terus menghimpit. Penyebab utamanya adalah kapitalisme yang menghilangkan peran negara sebagai pelindung, menjadikan berbagai harta kekayaan milik rakyat pindah ke tangan segelintir pengusaha baik swasta lokal maupun investor asing.

Berbeda dengan karakter pemimpin Islam, contohnya Khalifah Umar. Kecerdasan beliau dalam mengelola negara dan me-ri’ayah rakyatnya sesuai dengan syariat menjadikan beliau memiliki sikap tegas dan percaya diri, tidak gagap dan ragu dalam menghadapi wabah. Sentralisasi kebijakan di tangan Khalifah ditunjukkan Umar dengan bersegera menyeru para gubernur yang ada di bawah kepemimpinannya untuk mengirimkan bantuan logistik ke Madinah yang sedang menghadapi wabah kekeringan selama berbulan-bulan. Juga bisa menjadi bukti bahwa dalam pemerintahan Islam antara kebijakan pusat dengan daerah akan seiring dan sejalan, tidak akan ada kontradiksi di antara keduanya.

2- Pemimpin kuat, senantiasa melakukan introspeksi dan tidak ragu untuk mengakui kesalahan

Di balik musibah boleh jadi ada peringatan yang hendak disampai Allah SWT kepada hamba-Nya agar mereka menyadari kesalahan yang sudah dilakukan dan bersegera untuk kembali kepada jalan kebenaran. Banyak nas yang menyatakan hal demikian, di antaranya adalah firman Allah dalam Alquran Surah ar-Ruum[30] ayat 41 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Firman Allah dalam surah Ar Ruum ayat 41 ini memberikan arahan kepada kita untuk melakukan introspeksi manakala ditimpa musibah karena mungkin saja ada sinyal peringatan dari Allah terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.

Pemimpin yang baik bukanlah pribadi yang sombong dan tidak peduli terhadap kesalahan yang telah dilakukannya. Dia adalah orang yang memahami bahwa sekecil apa pun pelanggaran terhadap hukum Allah akan berkonsekuensi pada teguran di dunia dan balasan azab di akhirat. Karenanya, dengan lapang dada dan terbuka dia akan bersegera melakukan muhasabah diri, bermohon ampunan-Nya, dan berupaya memperbaiki kesalahan dan kelalaian. Bukan sebaliknya, seperti perilaku yang dipertontonkan para pemimpin sekarang. Mereka seolah-olah antikritik dan alergi terhadap nasihat yang disampaikan. Alih-alih berterima kasih telah diingatkan, yang terjadi justru mempersekusi siapa pun yang berani mengungkap kesalahan dan kezaliman mereka.

Karenanya, di tengah serangan wabah Covid-19 muhasabah inilah yang penting dilakukan saat ini. Musibah diturunkan Allah di tengah-tengah banyaknya kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Baik pelanggaran individu maupun pelanggaran secara sistemis yang dilakukan negara dengan tidak diterapkannya syariat Islam secara kafah. Selayaknya manusia bersegera bertobat, cepat meninggalkan kemaksiatan, dan tidak menunda ketaatan pada aturan Allah SWT.

3- Pemimpin peduli, berempati pada rakyatnya.
Seorang pemimpin penting memiliki sikap empati sehingga mampu merasakan apa yang sedang menimpa rakyatnya. Kesulitan mereka menjadi bebannya juga. Ketika sistem Islam diterapkan, karakter pemimpin peduli ini bukan hanya sekadar harapan, namun telah betul-betul muncul di tengah kehidupan. Seperti sosok Khalifah Umar yang rela meninggalkan kebiasaan menikmati susu, minyak samin, dan daging dalam keadaan normal dan stabil, dan beralih pada makanan yang sangat sederhana di masa krisis. Beliau pun menyerukan rakyatnya supaya tidak hidup berfoya-foya. Sikap empati ini juga ditunjukkan Khalifah Umar berupa penangguhan zakat peternakan ketika terjadi bencana.

Muhammad bin Umar menceritakan, Ṭalḥaḥ bin Muhammad meriwayatkan dari Hausyab bin Basyar al-Fazari, dari ayahnya, bahwa dia berkata, “Kami melihat pada tahun Ramadan, paceklik menghanguskan ternak kami, sehingga tersisa pada banyak orang, sesuatu (harta) yang tidak ada artinya.” Maka Umar pun tidak mengutus para petugas pengumpul zakat pada tahun itu. Tahun setelahnya, beliau mengutus para petugas untuk mengambil dua zakat dari pemilik hewan, lalu separuhnya diberikan kepada orang-orang yang miskin di antara mereka dan separuh lainnya dibawa kepada Umar (baitulmal). Pemimpin peduli tidak akan menetapkan kebijakan yang berbeda dengan keyakinan rakyatnya. Dia justru akan berupaya bagaimana agar setiap aturan yang diterapkan merupakan cerminan dari keimanan dan wujud ketaatan sempurna pada syariat-Nya.

Kunci kesuksesan yang kedua adalah kesiapan masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar.
Berjalannya penerapan aturan Islam termasuk dalam menghadapi bencana tidak mungkin terlaksana hanya dengan kehadiran pemimpin berkarakter saja, namun perlu ditopang dengan kepedulian masyarakat. Mereka tidak boleh abai terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintahnya. Pengawasan, koreksi, dan muhasabah harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa aturan yang diterapkan benar sesuai dengan tuntunan syariah (QS Ali Imran[3]: 104). Masyarakat harus berani mengungkap kebijakan zalim yang akan menyengsarakan rakyat.

Keberanian mereka dalam mengingatkan penguasa akan melayakkan dirinya sebagai pemimpin para syuhada, seperti yang disebut oleh hadis Rasulullah saw: “Penghulu para Syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan orang yang berdiri di hadapan penguasa zalim lalu ia menyuruhnya dan melarangnya, kemudian pemimpinnya itu membunuhnya.” (Hadis Sahih dalam Mustadrak ‘ala shahihain, imam Al Hakim no. 4884).

Kepedulian masyarakat juga dibutuhkan untuk saling mengingatkan agar mereka semua tidak melakukan pelanggaran terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Masyarakat Islam tidak akan membiarkan pelanggaran dilakukan oleh siapa pun karena mereka memahami bahwa dampak buruknya akan menimpa semua orang. Salah satu contohnya, kebijakan karantina wilayah tidak akan efektif bila ada sebagian masyarakat yang melanggar dan dibiarkan oleh yang lainnya. Akibatnya, virus akan semakin menyebar secara liar dan sulit untuk dikendalikan.

Pilar ketiga, Ketakwaan Individu

Dampak dari bencana akan dirasakan sangat berat manakala dihadapi sendiri. Sebaliknya beban akan terasa berkurang dengan adanya bantuan dan sokongan dari sesama. Dalam Islam banyak nas yang menyampaikan anjuran untuk membantu sesama dan meringankan beban yang sedang kesulitan. Salah satunya adalah hadis Rasulullah saw yang artinya “Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amalan yang paling Allah cintai adalah membahagiakan orang Muslim, mengangkat kesusahan dari dirinya, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku cintai daripada beritikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan penuh”. (HR ath-Thabarani).

Nash yang mulia ini tidak akan memiliki pengaruh berarti bagi orang yang standar hidupnya hanya mengedepankan keuntungan materi. Boleh jadi bagi mereka yang menjadi pertimbangan utama adalah menyelamatkan kepentingan pribadi dan keluarganya. Sebaliknya, bagi muslim yang bertakwa akan menjadi dorongan kuat untuk meringankan saudaranya semata untuk meraih keridaan-Nya. Pertimbangan materi akan dikalahkan oleh keyakinannya pada Kemahakuasaan Allah SWT yang dengan kehendak-Nya akan memberikan pertolongan kepadanya.

Penutup

Keberhasilan pemerintahan Islam dalam menangani wabah tidak akan terulang kalau kunci kesuksesannya tidak diupayakan untuk dihadirkan. Kegemilangan Khilafah Islam hanya ada dalam catatan sejarah manakala tidak diperjuangkan untuk diterapkan kembali dalam kehidupan. Serangan wabah tidak boleh membuat kita lemah. Namun sebaliknya, harus menjadi pengingat untuk semakin mendekat kepada-Nya dan menjadi pemicu kesungguhan dalam dakwah penegakan Khilafah Islam. Wallahu A’lam. (Ustadazah Dedeh Wahidah Ahmad) Disajikan ulang oleh Bunyai Aeni Qoriah, Yogykarta.
Nah, demikian ya rangkuman lengkap kajian yang saya ikuti. Semoga bisa menambah pemahaman kita semua. Semoga Indonesia dan negara-negara muslim lain bisa mengikuti dan mencontohnya.  Ya, meski susah karena kita hidup dalam sistem sekuler. Namun, opini dan dakwah harus digencarkan terus, ya. Hingga Islam kembali berjaya. Aamiin. Sampai ketemu di tema berikutnya, ya!
nunung nurlaela
nunung nurlaela Momblogger of 5. lecturer, writer

21 komentar untuk "Pilar Kesuksesan Pemerintahan Islam dalam Menangani Wabah"

Comment Author Avatar
Runtun sekali penjelasannya mba..
Sharingnya sangat bermanfaat :)
Comment Author Avatar
Terimakasih Ustadzah. MasyaAllah, sungguh lengkap penjelasannya
Comment Author Avatar
Aamiin Ya Rabb...
Jazakillah resumenya Ustadzah
Comment Author Avatar
Aamiin ya rabbal aalamin.
Semoga semua berlalu dan kita semua di berikan kesabaran.
Syukron ustadzah 😊
Comment Author Avatar
MasyaAllah, islam adalah agama yang sangat sempurna. Seharusnya para pemimpin di negeri ini bisa mengambil contoh bagaimana pemimpin islam terdahulu bisa sukses menangani wabah.
Semoga negara Indonesia segera membaik, aamin. Terimakasih atas sharingnya ustadzah, sangat menambah pemahaman..
Comment Author Avatar
Terima kasih penjelasannya ustadzah 😊
Comment Author Avatar
MasyaaAllah...semoga semua segera berlalu
jazakillah khayran ustadzah...resumenya lengkap banget
Comment Author Avatar
Aamiin, Smoga indonesia bisa seperti brunei atau turki ya Ustadzah
Comment Author Avatar
aaamiiin ya rabb. jazakillah ustadzah atas sharingnya 🙏😊💛
Comment Author Avatar
aamiin ya Robbal 'alamiin..
jazakillah khair ustadzah atas sharingnya..

semoga wabah cepat berlalu
kangen kajian halaqah dan bertemu teman dan guru2 T.T
Comment Author Avatar
MasyaAllah, Jazakillah Khair sharingnya ustadzah ❤️ semoga wabah ini cepat berlalu..
Comment Author Avatar
Aamiin.... Terimakasih Ustadzah 😊
Comment Author Avatar
Ummu.. Sedetail itu resume nya, kayaknya nonton film Umar cuma dikit ngambil Hikmahnya tentang wabah, setelah Baca resume ini Makin paham cara islam mengatasi wabah, semoga ini menjadi pelajaran buat kita semua, jzk ummu❤️
Comment Author Avatar
Jazakillah ustadzah sangat detail sekali ingin rasanya kembali membaca dari awal berulang supaya bsa faham betul.. 😊
Comment Author Avatar
MasyaAllah Umm, sangat lengkap dan jelas terjabarkan di sini langkah-langkah yang perlu diambil dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Semoga ujian ini cepat berlalu. Jazakillahu khoir...
Comment Author Avatar
Jazaakillahu khairan sharingnya, ummu. Penambah ghiroh dakwah.
Comment Author Avatar
Masya Allah. Kisah sahabat Nabi selalu luar biasa
Comment Author Avatar
Terima kasih sharingnya, bisa buat nambah ilmu yang masih cetek hehe :)
Comment Author Avatar
Pemimpin kuat, senantiasa melakukan introspeksi dan tidak ragu untuk mengakui kesalahan. Nah! Hehe.. Terimakasih ummu sudah berbagi pandangannya ^^

Terimakasih sudah membaca, Jika berkenan, Silakan beri komentar....:-)