Menjaga Silaturahmi Di Tengah Wabah
Assalamualaikum. Alhamdulilah tak terasa, sudah seminggu lebih kita meninggalkan ramadhan. Dan, tak terasa pula, event ngeblog bareng bersama Komunitas Blogger Bengkel Diri edisi bulan ramadhan pun berakhir. Yap, Alhamdulilah, tulisan dengan tema tentang Silaturahmi di tengah pandemi ini adalah tema terakhir. Eits, jangan khawatir, nanti akan ada tema-tema yang lebih menarik lagi setiap bulannya. Oke, Siap! Oya, lupa, mumpung masih suasana bulan syawal, saya ingin mengucapkan
Selamat Hari Raya Idulfitri 1441H, Taqabbalallahu minna wa minkum. Shiyaamanna wa shiyaamakum. Taqabbal Ya Kariim. Mohon Maaf Lahir Batin.Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung mendapatkan kemenangan buah Ramadan. Semoga Allah berikan kesempatan kita bertemu Ramadan tahun berikutnya. Allahumma Aamiin Yaa Mujiibassa'iliin.(Nunung Nurlaela dan keluarga)
Nah, bicara tentang silaturahmi, ada baiknya kita pahami duku tentang makna silaturahmi, ya!
Kondisi pandemi yang masih berlangsung membuat kita mau tak mau harus tetap berdiam diri. Tidak mudik, dan tetap di rumah. Sungguh, sikap orang beriman ketika wabah adalah bersabar. Wujud dari kesabaran itu adalah kita tak mengadakan perjalanan jauh alias mudik. Tentu saja sangat sedih dan ada yang hilang bukan? Ya. Biasanya hari raya berkumpul dengan keluarga, oarang tua dan sanak saudara serta handai taulan. Namun, karena ada wabah, semua itu tak lagi terlaksana. Sholat Ied pun di rumah saja!
Sholat ied di rumah bersama keluarga |
Menjaga hubungan silaturahmi dengan kerabat atau sanak
saudara hukumnya wajib di dalam Islam. Masalah penting berikutnya yang
membutuhkan jawaban adalah apakah silaturahmi bisa tetap dilaksanakan walaupun
tidak mudik dan tanpa bersua dengan kerabat? Tentunya ada banyak pertanyaan di benak kita.
Dalam hal ini saya akan memaparkan tinjauan fiqh seputar silaturahmi yang akan
membahas siapa saja kerabat yang wajib dijalin hubungan silaturahmi dengan
mereka, dan beberapa uslub dan wasilah yang bisa menjadi alternatif pilihan saat pandemi ini.
Syariat Islam Mewajibkan Silaturahmi
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari
Abu Ayyûb al-Anshârî:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي
الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ
قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ
اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ
ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ
بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang
bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau
“Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itu
pun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu pun, menegakkan salat, membayar zakat, dan engkau menyambung
silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia
masuk surga”.
Dari Jubair bin Mut’im bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, (memutus tali
silaturahmi)”. [Mutafaqun ‘alaihi].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ
اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa
yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang
memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Allah Ta'ala berfirman dalam Al Quranul Kariim
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ
وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ
أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan
dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan
dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan
dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)”. (ar-Ra’d/13:25)
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi
penyebab umur panjang dan dilapangkannya rezeki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ
فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”.
(Muttafaqun ‘alaihi)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
bahwa menyambung silaturahmi lebih besar pahalanya daripada memerdekakan
seorang budak. Dalam Shahîh al-Bukhâri, dari Maimûnah Ummul-Mukminîn, dia
berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَشَعَرْتَ أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي قَالَ
أَوَفَعَلْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ
أَعْظَمَ لِأَجْرِكِ
“Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan
budakku?” Nabi bertanya, “Apakah engkau telah melaksanakannya?” Ia menjawab,
“Ya.” Nabi bersabda, “Seandainya engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu,
maka itu akan lebih besar pahalanya.”
Nah, menurut dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya untuk
memutus hubungan silaturahmi, dengan ancaman tidak masuk surga atau masuk
neraka dan Allah SWT juga akan memutus hubungan dengannya. Subhanallah! Jangan sampai kita memutuskan silaturahmi, ya!
Dan ketika seseorang menjalin hubungan silaturahmi akan
mendapat imbalan pahala yang besar, melebihi pahala memerdekakan budak, juga
akan dilapangkan rezekinya. Masya Allah. Dengan demikian wajib hukumnya menjalin hubungan
silaturahmi. Mari kita garis bawahi dan kita ingat terus akan hal ini.
Kerabat yang Wajib Dijalin Silaturahmi
Islam adalah aturan hidup yang sempurna dan telah mengajarkan kepada kita agar senantiasa menjalin
hubungan dan berbuat baik kepada kerabat. Ketika ada seorang laki-laki bertanya
kepada Nabi saw., tentang siapa yang paling berhak untuk menerima perlakuan
baik, maka beliau menjawab, “Ibumu, lalu ayahmu, kemudian saudara perempuanmu
dan baru saudara laki-lakimu.” (HR Hakim dan Ibnu Hiban)
Nah, perlu kita pahami, bahwa Kerabat menurut Islam ada dua macam. Pertama, kerabat yang
mewarisi seseorang jika orang tersebut meninggal. Yakni orang-orang yang
tercantum dalam daftar penerima warisan.
Kedua, Ulul Arham. Yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan
bagian warisan dan bukan pula ‘ashabah. Mereka berjumlah sepuluh orang yang
terdiri dari:
1. Bibi dari pihak
bapak.
2. Bibi dari pihak
ibu.
3. Kakek dari ibu.
4. Putra dari anak
perempuan.
5. Putra dari saudara
perempuan.
6. Anak perempuan
dari saudara laki-laki.
7. Putri dari paman
pihak bapak.
8. Putri dari paman
pihak ibu.
9. Paman dari ibu.
10. Anak laki-laki
dari saudara laki-laki seibu. Serta siapa saja yang memiliki hubungan dekat
dengan mereka.
Allah SWT telah menetapkan bahwa mereka tidak mendapat
warisan dan tidak wajib memberikan nafkah kepada mereka. Namun demikian, Allah
SWT memerintahkan untuk menjalin hubungan silaturahmi dan berbuat kebaikan
terhadap kerabat secara keseluruhan.
Berkenaan dengan hal tersebut, Jabir r.a. menuturkan bahwa
Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika seseorang di antara kalian fakir, maka
hendaklah dimulai dari dirinya sendiri (untuk memenuhi kebutuhannya), jika ia
memiliki sesuatu kelebihan hendaknya ia memberikannya kepada keluarganya. Dan
jika masih memiliki kelebihan, hendaknya ia memberikannya kepada kerabatnya”.
(HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khaziimah).
Allah juga telah berfirman dalam QS Al Baqarah: 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ
وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي
الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ
هُمُ الْمُتَّقُونَ [٢:١٧٧]
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Menjalin hubungan silaturahmi dan berbuat baik dengan
kerabat dalilnya bersifat umum, mencakup setiap orang yang memiliki hubungan
silaturahmi, baik mahram atau bukan, menjadi ahli waris atau tidak.
Silaturahmi di Saat Pandemi
Kita semua memahami bahwa, idealnya silaturahmi terjadi dengan bertemu langsung tanpa
perantara media. Namun kondisi pandemi yang masih melanda negeri ini bahkan negeri-negeri di dunia, menjadikan jarak
sebagai kendala pertemuan. Namun, meski demikian, tentu saja keadaan ini tidak boleh
menjadi penghalang pelaksanaan silaturahmi yang diwajibkan Allah SWT. Meski
tidak bisa bertatap muka secara langsung, namun bisa dengan cara-cara yang
lain.
Video Call bersama sahabat |
Nah, pastinya sahabat semua punya cara tersendiri untuk menjaga silaturahmi, bukan? Kecanggihan teknologi telah memudahkan kita untuk tetap
saling berbicara dan bertatap muka meski raga kita tidak hadir bersama. Dengan memanfaatkan aplikasi meeting seperti Zoom, Google Meet, dan Video
call bisa sedikit mengobati kerinduan kita terhadap orang tua atau kerabat lainnya. Saya sendiri, karena memang orang tua sudah tak ada, jadi hanya bisa slaturahmi dengan saudara, kakak dan juga kerabat lainnya. Alhamdulilah masih terhubung karena tergabung dalam sebuah whatApp group.
Zoom meeting syawalan bersama rekan kerja |
Pertemuan keluarga dan reuni bersama sahabat dan rekan kerja yang biasanya usai lebaran terselenggara di
tempat salah satu sanak saudara, atay di gempat umum seperti restoran, tempat wisata, sekarang bisa dilakukan jumpa bersama dari kediaman
masing-masing yang berbeda. Jarak tempat tidak jadi kendala. Yah, semuanya ada hikmah yang bisa kita petik.
Yah, meskipun nilai
rasanya agak berbeda, namun kedekatan hati tetap bisa dijaga. Dan, yang paling penting dipahami adalah wujud dari silaturahmi
itu sendiri. Yakni berupa hubungan kekeluargaan yang tetap terjaga. Di antara
kerabat muncul perhatian dan kepedulian satu sama lain, sehingga semakin saling
mengetahui dan memahami kondisi masing-masing. Ujungnya akan memberikan
penyikapan yang tepat sesuai keadaan yang kita hadapi.
Jangan lupakan juga, di situasi yang begitu menguras rasa ini, hendaknya tetap saling membantu dan meringankan keluarga yang kesulitan,
menghibur dan memberikan dukungan kepada kerabat yang sedang ditimpa ujian,
juga memberikan nasihat pada siapa saja yang melakukan maksiat.
Maka, salah satu hikmah bersilaturahmi yang tidak boleh
terlewatkan adalah peluang untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Dakwah di
tengah keluarga untuk taat syariat bisa dilaksanakan pada kesempatan ini, tentu
saja dengan memilih waktu dan cara yang tepat supaya target menyampaikan
kebenaran Islam tidak mengganggu suasana. Sungguh tak mudah, namun Insya Allah dengan niat karena Allah, semua akan menjadi ringan dan mudah. Insya Allah. Jadi, mari tetap semangat!
16 komentar untuk "Menjaga Silaturahmi Di Tengah Wabah"
Taqabbalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin ❤️
Semoga sehat2 selalu 😊
Terimakasih sudah membaca, Jika berkenan, Silakan beri komentar....:-)