Bercermin Kepada Para Shahabiyah
Assalamualaikum. Apa kabar semuanya? Para sahabat blogger di mana pun berada. Semoga selalu sehat dan semangat. Alhamdulilah, ketemu lagi dengan blogpost saya, kali ini dalam rangka ngeblog bareng Komunitas Blogger Bengkel diri. Dan, tema bulan ini adalah tentang Sirah Shahabiyah. Wah, pastinya sangat menarik dan penting banget kita tulis dan pelajari. Banyak ibroh yang akan kita dapatkan.
Tulisan ini adalah sebagai gambaran bagaimana peran para shahabiyah dalam dakwah Islam dan kontribusinya kepada Perjuangan dakwah Islam. Sungguh, sangat malu dan juga merasa tak ada apa-apanya jika kita dibandingkan dengan mereka. Semoga tulisan tentang kiprah para shahabiyah ini bisa menjadi motivasi dan semangat terus untuk belajar Islam dan juga berdakwah. Aamiin. Semangat!
Tulisan ini adalah sebagai gambaran bagaimana peran para shahabiyah dalam dakwah Islam dan kontribusinya kepada Perjuangan dakwah Islam. Sungguh, sangat malu dan juga merasa tak ada apa-apanya jika kita dibandingkan dengan mereka. Semoga tulisan tentang kiprah para shahabiyah ini bisa menjadi motivasi dan semangat terus untuk belajar Islam dan juga berdakwah. Aamiin. Semangat!
Sejarah telah mencatat bagaimana para wanita di masa Rasulullah (para shahâbiyah) melakukan aktivitas dan perjuangan politik bersama-sama beliau dan para sahabat lainnya tanpa memisahkan barisan mereka dari barisan Rasul dan sahabatnya. Begitupun dengan peran istri-istri Rasulullah dalam perjuangan menegakkan Islam di muka bumi ini serta dukungan mereka pada perjuangan beliau. Semua itu sesungguhnya merupakan bukti nyata bahwa mereka melakukan aktivitas politik.
Asma binti Abu Bakar, wanita yang dijuluki dengan perempuan pemilik dua ikat pinggang (dzât an-nithâqayn) adalah seorang muhâjirah yang agung; ia mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya hanya untuk Islam. Asmalah yang mengirim makanan untuk Rasulullah dan ayahnya di Gua Tsur ketika suasana sedang genting ketika orang-orang kafir Quraisy yang sangat membenci kaum Muslim saat itu memburu Rasulullah untuk dibunuh.
Siapa yang tidak mengenal Fathimah binti Khaththab, adik sahabat Rasulullah Umar bin al-Khaththab. Dengan keberanian, ketegaran, dan kesabarannya ia mengenalkan dan menyampaikan Islam kepada Umar—yang saat itu terkenal sangat keras dan kasar—hingga beliau masuk ke dalam Islam serta menjadi Muslim dan pembela Islam yang tangguh.
Demikian pula Sumayyah binti Hubath, Istri Yasir r.a.; demi mempertahankan keimanannya, ia menyatakan penentangannya terhadap orang-orang kafir yang menyiksa dirinya serta suami dan anaknya hingga ia dan suaminya menemui syahid. Mereka merupakan orang yang pertama-tama masuk Islam.
Selain mereka, ada Shafiyyah Binti Abdul Muthalib, seorang wanita yang dikenal dengan kesabarannya tetapi juga dikenal sangat tangkas dan gesit. Ia pernah berperan aktif di medan Perang Uhud dan menyaksikan jasad saudaranya yang rusak, Hamzah bin Abdul Muthalib, dengan penuh ridha dan sabar.
Demikian pula ketika Perang Khandak, ia tidak gentar sedikit pun menghadapi seorang Yahudi yang menyusup ke benteng kaum Muslim seraya membunuhnya hanya dengan tiang kemah.
Lalu bagaimana dengan amar makruf nahi mungkar? Tidak sedikit para wanita, baik pada masa Rasul maupun masa para sahabat, yang melakukannya tanpa ada keraguan sedikit pun, sekalipun yang dikoreksi adalah seorang kepala negara.
Khaulah binti Malik bin Tsalabah, misalnya, pernah mengajukan gugatan terhadap suaminya atas perlakuan suaminya kepadanya hingga turun Alquran surat al-Mujadilah ayat 1-4 untuk menyelesaikan permasalahannya.
Demikian pula ketika Khalifah Umar menentukan jumlah mahar tertentu bagi wanita karena tingginya permintaan mahar dari para wanita, kala itu Khaulah mengingatkan dan menasihati Khalifah, karena Allah Swt. sendiri tidak menentukan jumlah mahar tertentu bagi wanita sehingga tidak ada hak bagi manusia untuk menentukannya (QS an-Nisa [4]: 20). Atas protes dan nasihat Khaulah itu, Khalifah pun mengubah kebijakannya.
Inilah hasil dari pengaturan Islam mengenai kiprah politik perempuan dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaannya bersama aturan-aturan kehidupan yang lainnya secara menyeluruh, secara pasti, akan menjamin terwujudnya kehidupan yang ideal. Dalam kehidupan semacam ini, seluruh permasalahan akan terpecahkan dengan sempurna, termasuk persoalan-persoalan yang diklaim sebagai persoalan perempuan.
Oleh karena itu, yang seharusnya menjadi agenda perjuangan hari ini adalah bagaimana menghadirkan perspektif Islam dalam pengaturan kehidupan umat secara nyata, sehingga kaum Muslim dapat segera keluar dari keterpurukannya dan sekaligus bangkit kembali sebagai khair al-ummah. Inilah hakikat pemberdayaan politik sesungguhnya yang harus ditujukan tidak hanya bagi perempuan, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Wallâh alam.
Sumber: Dikutip dari tulisan Al Azizi Revolusi https://www.remajaperubahan.com/2019/03/bercermin-kepada-para-shahabiyah.html
NB: Saat ini, masih banyak muslimah yang tak paham akan politik dalam Islam. Bahkan ada yang menganggap bahwa aktivitas politik adalah haram. Tentu hal ini salah kaprah. Islam mengurusi politik juga. Dalam Islam, politik maknanya adalah ri'ayah syu'unil ummah, mengurusi urusan umat. Jadi, semua wajib berpolitik juga, termasuk muslimah. Peran dan perjuangan para shahabiyah di atas dalah bagian dari aktivitas politik yang patut kita teladani. Semoga kita bisa mengikutinya. Aamiin
11 komentar untuk "Bercermin Kepada Para Shahabiyah"
Pr besarnya "menghadirkan perspektif Islam dalam pengaturan kehidupan umat secara nyata"
Terimakasih sudah membaca, Jika berkenan, Silakan beri komentar....:-)