Salah Pijat (Gado-Gado Femina edisi 36 11 September 2014)
Alhamdulilah...senangnya luar biasa mendapat konfirmasi bahwa naskah gado-gado Femina yang kukirim akan dimuat. Gak percaya awalnya. Karena baru pertama kirim dan ada sedikit typo penulisan. Tapi ah, sekali lagi saya bersyukur. Ya, karena tidak mudah untuk tembus majalah yang satu ini. Tidak percuma saya dulu ngepoin blognya Mbak Haya Aliya Zaki. Dan saya sangat berterimakasih dengan support, informasi dan juga penjelasan yang detail dari Mbak Rebellina Passy, yang sebelumnya dah sering tembus gado-gado Femina. Oya, karena banyak yang ingin membaca naskah gado-gado saya, maka saya posting di blog saja deh. Tapi ini versi asli yang belum diedit oleh Redaksi Femina. Ini adalah pengalaman nyata saya ketika saya SMP...
ini penampakan di majalahnya... |
Salah Pijat
Kebiasaan
ibu saya, ketika anak-anaknya sakit ringan adalah memijatnya. Ketika saya
sakit, atau kakak-kakak saya dan tak terkecuali bapak pasti dipijat sama ibu.
Efek pijatan ibu sangat terasa. Apalagi jika kami masuk angin atau badan capek
dan pegal. Setelah dipijat, badan jadi terasa enteng dan segar. Ditambah lagi dengan baluran minyak kayu putih,
atau balsam serta minya gosok, masuk angin atau badan pegal kami langsung
berkurang dan berangsur hilang.
Pijatan
ibu ini terasa beda. Lebih halus usapannya dan tidak merasa sakit. Berbeda
dengan pijatan Ibu tukang pijat di desa kami. Mungkin karena ada ikatan ibu dan
anak hingga pijatan ibu lebih terasa mantap dan berarti bagi saya dan
saudara-saudara saya.
Tak heran jika semua anggota keluarga suka
dengan pijatan ibu. Kecuali kakak perempuan saya yang nomor dua. Dia tidak suka
dipijat lantaran dia kalau dipijat, pasti kegelian dan cenderung menolak. Alasan
lainnya, kalau habis dipijat, pasti badannya sakit semua. Padahal, ibu sudah
berusaha untuk tidak keras menekannya, berusaha selembut mungkin, kadang hanya
mengusapnya saja. Namun ia tetap kegelian. Terkadang ia menjerit-jerit dan
tertawa cekikikan saking gelinya. Dan akhirnya tak pernah mau dipijat.
Saya
adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Empat saudara perempuan dan satu
saudara laki-laki. Tentang dipijat ibu ini, saya jarang merasakannya. Karena
saya jarang sakit, dan jika ibu menawarkan untuk dipijat saya tak selalu mau.
Suatu
hari, kakak perempuan saya yang nomor empat sakit flu dan juga meriang. Kakak Ida,
saya memanggilnya. Dia relatif paling manja dan paling dekat dengan ibu. Kalau
sakit, terutama ketika flu dan masuk angin, pasti selalu ingin ditemani ibu dan
tak ketinggalan minta dipijat dan dibaluri minyak kayu putih seluruh badannya.
“Bu,
ibu…tolong saya dipijat, saya pusing sekali. Badan meriang.” Teriak kak Ida
dari dalam kamar. Ibu tak mendengar rintihan kak Ida, lantaran sedang melayani
pembeli di warung kecil kami. Saya pun bergegas menghampiri ibu yang masih
memberi kembalian pada pembeli. Bu, kak Ida dari tadi manggil, pingin dipijat. Ya, bentar kata ibu
sembari merapikan beberapa lembar uang dalam laci meja.
Setelah
selesai, dan mencuci tangannya, ibu bergegas menuju ke kamar kak Ida. Saya pun
segera mengambil minyak kayu putih di kotak obat sesuai permintaan ibu.
“Apanya yang dipijat? Kalau pusing,
kepalanya dulu ya ibu gosok-gosok sedikit keningmu.”
Tanpa menunggu jawaban kak Ida, ibu pun langsung memijat dan meraih minyak yang
kuberikan. Ibu pun terus memijat dan menasehati kak Ida.
“Makanya, jangan suka tidur larut, kamu
itu kurang istirahat.” Setelah selesai, kemudian ibu pun
keluar kamar. Saya yang sedari tadi mendengarkan omelan ibu, hanya tersenyum
dan membenarkan kata-katanya. Semoga kak Ida tidak suka begadang lagi, doa saya
penuh harap.
“Bu, dek Ida tu nangis pingin dipijat.
Ibu lama sekali.” Kata kakak perempuanku yang nomor tiga yang
sedari tadi berada di depan rumah.
“Loh ibu sudah pijat kok itu dikamarnya, dia
sudah tidur.” Jawab ibu dengan yakin.
“Masak sih bu, lah Ida ada di sofa depan
kok bu…lihat saja.” Kata kak Ila. Ibu pun bergegas ke depan .
Aku dan kak Ila mengekor dibelakang ibu. Benar saja, kak Ida berbaring di sofa
sembari merintih dan memijit-mijit
keningnya. “Lah terus yang dikamar siapa?”
tanya ibu penuh heran. Ibu pun masuk kembali menuju kamar, kami pun mengikuti
dari belakang. Ibu membuka kelambu yang memang sengaja menutup seluruh tempat
tidur untuk menghindari nyamuk. Terlihat sesosok tubuh yang sedang tidur tengkurap.
“Oalah nduk, jadi kamu toh yang tadi ibu
pijit?“ ibu berkata sambil menggelengkan kepalanya. Saya pun
ikut terbengong dan dalam hati saya berkata, kok tadi saya tidak lihat kalau
ternyata yang dipijat ibu bukan kak Ida.
Mendengar
ribut-ribut, sosok yang terbaring tersebut menggeliat. “Ah, ternyata enak juga
ya pijatan ibu.” Gumamnya sambil beranjak duduk. “Maaf
tadi saya sebenarnya gak ngerti, saya lagi tiduran disini trus tiba-tiba ibu
datang dan memijat kening saya. Karena rasanya enak saya pun diam saja.
Kapan-kapan saya dipijat lagi ya, Bu” mengakhiri penjelasannya sambil
tersenyum malu.
Sontak semua tertawa. “Tuh kan, ternyata enak kan dipijat?” kataku menggoda. Sosok itu,
yang tak lain adalah kakak saya yang nomor dua. Hanya mengangguk sambil tertawa
kecil.
Sejak
itu, kak Maryam, saya memanggilnya. Akhirnya mengakui dan tidak menolak lagi
jika dipijat ibu.
Nah, begitu naskah aslinya. Ada beberapa editing dari Redaksi Femina. dan ternyata editannya malah ada yang salah. hehe...gak papa deh...
33 komentar untuk "Salah Pijat (Gado-Gado Femina edisi 36 11 September 2014)"
btw, kok malah salah ya editannya? hihihi..
sukses selalu ya, Mbak :)
Btw, Aamiin...sukses untukmu juga ya mbak...:-)
selamat yaa
Terimakasih sudah membaca, Jika berkenan, Silakan beri komentar....:-)